Senin, 12 April 2010

Massa Kaus Merah Tolak Bernegosiasi dengan Pemerintah



Massa Kaus Merah Tolak Bernegosiasi dengan Pemerintah
Bentrok Berdarah di Bangkok, 21 Tewas dan 874 Luka

BANGKOK - Krisis politik di Thailand sebulan terakhir, agaknya, belum akan reda. Massa pengunjuk rasa, ''Kaus Merah'', menolak bernegosiasi dengan pemerintah kemarin (12/4). Mereka tidak akan menyerah dalam memperjuangkan tuntutan pembubaran parlemen dan percepatan pemilu.

Bahkan, massa antipemerintah kemarin tetap turun ke jalan dan mendirikan tenda-tenda di beberapa sudut Kota Bangkok. Mereka bersikukuh bertahan di jalan setelah terjadi bentrok berdarah dengan tentara dan aparat keamanan Sabtu sore lalu (11/4).

''Waktu untuk negosiasi sudah habis. Kami tidak mau berunding lagi dengan para pembunuh,'' seru Weng Tojirakarn, pemimpin Kaus Merah, kepada Reuters. ''Kami harus terus berjuang,'' lanjutnya. Dia menuturkan, pengunjuk rasa tidak merencanakan aksi apa pun kemarin sebagai penghormatan terhadap korban tewas dalam insiden sehari sebelumnya.

Dalam insiden Sabtu lalu, tentara menyemprotkan water cannon serta menembakkan peluru karet dan gas air mata untuk membubarkan ribuan demonstran yang sebulan terakhir menduduki jalan dan kawasan komersial di Bangkok. Massa pengunjuk rasa membalas dengan bom molotov dan senjata-senjata lain. Bentrokan di antara dua kubu terjadi di dekat jembatan Phan Fah dan Rajdumnoen Road di Bangkok.

Sedikitnya 21 orang tewas dan 874 lainnya luka-luka dalam insiden berdarah yang oleh sebuah koran lokal disebut sebagai The Battle for Bangkok itu. Korban tewas terdiri atas empat tentara serta 17 warga sipil dan demonstran. Salah seorang korban tewas adalah wartawan, yakni kamerawan TV Reuters Hiro Muramoto, 43, yang berkewarganegaraan Jepang. Setelah insiden itu, tentara diperintahkan kembali ke barak untuk menghindari situasi lebih buruk.

Bentrokan tersebut merupakan kekerasan politik terburuk di Thailand dalam dua dekade terakhir atau sejak 1992 ketika terjadi insiden serupa antara massa demonstran dan tentara. Saat itu empat orang pengunjuk rasa tewas.

Suasana Bangkok terlihat tenang kemarin. Tetapi, bekas-bekas bentrokan masih tampak. Selongsong peluru, genangan darah, dan sejumlah kendaraan militer yang rusak berserakan di jalan-jalan. Sebagian di antaranya berada di dekat kawasan turis.

Ribuan pengunjuk rasa tetap turun ke jalan di Bangkok kemarin dan menduduki dua area utama di sepanjang kawasan perbelanjaan di kota berpenduduk 15 juta jiwa tersebut. Tentara juga tidak bertindak apa-apa kemarin.

Massa Kaus Merah juga memamerkan setumpuk senjata yang mereka rebut dari tentara. Termasuk, pistol, senapan, maupun senjata mesin kaliber besar. Selusin lebih kendaraan militer -terdiri atas panser, Humvee, dan truk- digulingkan dan dilumpuhkan pengunjuk rasa.

Di Khao San Road, yang dikenal sebagai surga kaum backpacker di Bangkok, massa beramai-ramai berfoto di atas kendaraan militer yang disita. Turis pun tidak melewatkan kesempatan untuk mengambil gambar. Di kawasan itu juga terjadi bentrokan hebat Sabtu lalu.

Massa Kaus Merah -sebagian di antara mereka pekerja dan petani pendukung mantan Perdana Menteri (PM) Thaksin Shinawatra, yang terguling dalam kudeta pada 2006- mengultimatum PM Abhisit Vejjajiva supaya membubarkan parlemen dan meninggalkan Thailand. Negosiasi, tampaknya, macet karena massa Kaus Merah tidak mau mengubah tuntutan mereka.

Pemerintah Thailand membantah bahwa tentara memulai tembakan dalam insiden Sabtu lalu dengan peluru timah. ''Senjata (dengan peluru timah) hanya dipakai untuk membela diri dan untuk ditembakkan ke udara. Kami tak menemukan bukti apa pun bahwa tentara menggunakan senjata kepada massa,'' kata Panitan Wattanayagorn, juru bicara pemerintah. ''Tujuan pemerintah adalah menghindari kerusuhan meluas dan mengembalikan kota ke kondisi normal,'' lanjutnya.

Abhisit juga menyesalkan bentrokan Sabtu lalu. Dia meminta maaf kepada keluarga korban. Tetapi, dia menyatakan bahwa tentara hanya menjalankan tugas. Lewat siaran televisi, Abhisit juga menyerukan pertemuan dan dialog dengan para pemimpin Kaus Merah. Tetapi, seruan itu ditolak demonstran.

''Tak ada kesempatan untuk kembali (berunding) saat ini,'' seru Nida Singjaroen, 36, demonstran yang juga petani asal Provinsi Surin, timur Thailand. ''Kami akan berjuang sampai penghabisan. Kami ingin jawaban atas apa yang terjadi pada rakyat. Abhisit harus bertanggung jawab.''

Meski ibu kota kemarin tenang, situasi tegang justru terjadi di luar Bangkok. Media massa Thailand melaporkan, sekitar 500 simpatisan Kaus Merah kembali memaksa masuk ke stasiun satelit Thaicom di utara Bangkok. Laporan lain menyebutkan, sebuah granat M-79 meledak setelah dilemparkan ke markas stasiun TV Channel 5 milik tentara Thailand di Provinsi Phayao dini hari kemarin. Tidak ada korban jiwa dalam insiden itu.

Situasi tersebut memaksa sejumlah negara memperingatkan warganya. Korsel dan Tiongkok meminta warganya agar tidak mengunjungi Bangkok. Australia mengingatkan warganya atas kemungkinan kekerasan lanjutan di Thailand.

AS tidak memperbarui peringatan bepergian yang dikeluarkan pekan lalu ketika pemberlakuan keadaan darurat di Bangkok. Juru Bicara Kemenlu AS P.J. Crowley menyatakan, Washington ''menyesalkan aksi kekerasan Sabtu lalu'' dan mendesak pemerintah maupun pengunjuk rasa menahan diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

your coment here !!